Istilah brand archetype merupakan istilah untuk menyebut atau mendeskripsikan identitas suatu brand atau merek. Istilah tersebut diutarakan oleh seorang Carl Jung. Psikolog asal Swiss tersebut juga mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk memahami dunia dengan memakai simbol. Ia kemudian mengidentifikasi 12 archetypes yang merupakan ciri khusus dari identitas atau persona yang kuat.
Kedua belas identitas tersebut kemudian diterapkan ke dalam berbagai bidang ilmu, khususnya dalam mengkomunikasikan ide dan identitas. Salah satunya dalam konteks pembuatan atau kreasi sebuah brand, identitas dari suatu merek. Terdapat 12 identitas merek atau brand archetype yang bisa dijadikan panduan untuk menggambarkan 12 tipe atau karakter identitas.

Mengenal 12 Brand Archetype
Pemanfaatan ciri dan sifat dari identitas ini bisa menjadi salah satu cara untuk merancang strategi komunikasi dan menarik perhatian konsumen jika diaplikasikan dalam konteks komersial. 12 brand archetype tersebut bisa digunakan untuk mendefinisikan sifat dari sebuah merek dan menggiring persepsi publik atau konsumen ketika berinteraksi dengan merek atau perusahaan yang memilikinya. Lalu apa sajakah 12 brand archetype tersebut?

1. The Innocent
Brand archetype yang pertama adalah the innocent atau si suci. Tujuan dari brand archetype ini adalah menjadi gembira atau bahagia. Sedangkan sifatnya adalah murni, optimis, muda, sederhana, romantis, setia, baik dan berjuang untuk menjadi baik.
Brand archetype berupa the innocent ini juga memiliki kelemahan berupa bisa terjebak pada situasi membosankan ataupun menjadi naif. Relung pemasaran dari archetype ini akan menunjukkan perusahaan dengan nilai-nilai yang kuat dengan citra terpercaya, bisa diandalkan dan jujur. Selain itu juga berkorelasi dengan nilai moral kebaikan, kebajikan, sederhana dan bisa terkesan sebagai sebuah nostalgia.
Ada cukup banyak brand ternama dalam skala internasional menggunakan brand archetype ini. Beberapa di antaranya adalah Coca-cola, sabun Dove serta tisu kamar mandi Cottonelle.
2. The Regular Guy or Gal
Brand archetype yang kedua adalah the regular guy or gal atau si orang biasa yang bisa dimaknai sebagai orang biasa, baik itu laki-laki ataupun perempuan. Sasaran dari penggunaan brand archetype ini adalah terhubung dengan pihak lain sehingga memunculkan rasa memiliki.
Sifat dari brand archetype ini adalah sederhana, setia, menimbulkan dorongan atau dukungan, wajar dan mudah terhubung dengan berbagai pihak. Akan tetapi sifat-sifat tersebut bisa menimbulkan kelemahan berupa kekurangan ciri khusus dari identitas yang dibangun dan terlalu mudah berbaur sehingga tidak mudah dikenali.
Sementara relung pemasaran atau aspek komersial dari brand archetype ini adalah menunjukkan nilai kebaikan yang kuat, memberi hubungan yang normal dan menimbulkan rasa memiliki. Beberapa brand terkemuka seperti eBay dan Home Depot menggunakan brand archetype ini untuk mencitrakan diri mereka.
3. The Hero
Brand archetype yang ketiga adalah the hero atau sang pahlawan. Sasaran dari penggunaan identitas ini adalah membantu dalam memperbaiki situasi dunia. Sifat dari brand archetype ini adalah berani, tegas, terhormat, kuat, inspiratif dan penuh kepercayaan diri. Sifat-sifat tersebut sayangnya bisa menimbulkan citra arogan, sombong dan berjarak dari orang biasa.
Penggunaan brand archetype ini sesuai digunakan untuk relung komersial berupa memberi solusi bagi masalah besar atau menginspirasi khalayak untuk melakukannya. Selain itu juga sangat cocok digunakan untuk menandai nilai kebaikan di dunia. Beberapa brand besar seperti BMW, Nike dan Duracell merupakan contoh pengguna brand archetype ini.
4. The Outlaw
Brand archetype yang keempat adalah the outlaw atau sang pelanggar hukum. Sasaran dari penggunaan identitas ini adalah mencitrakan sosok yang berani melawan otoritas dan melanggar aturan. Sifat dari brand archetype ini adalah membangkang, liar, membangun jalur menuju perubahan dan berani mempertanyakan keyakinan. Kelemahan dari identitas ini ada pada resiko dipandang memiliki sifat atau citra yang negatif.
Sedangkan sasaran komersial yang bisa dibidik adalah para agen perubahan, pembela para pembelot dan mereka yang mempersilahkan untuk melanggar aturan atau kesepakatan yang sudah ada. Brand archetype ini melekat dan menjadi ciri dari Harley-Davidson dan sosok Sir Richard Branson yang merupakan konglomerat pemilik Virgin Group.
5. The Explorer
Brand archetype yang kelima adalah the explorer atau si penjelajah. Sasaran dari penggunaan identitas adalah memunculkan citra menemukan hasil dan kepuasan melalui penemuan serta pengalaman-pengalaman baru. Sifat dari brand archetype ini adalah penuh semangat, senang berpetualang, mandiri, berani memulai hal baru, ambisius dan individualis. Kelemahan dari brand archetype ada pada resiko kegagalan untuk masuk ke ranah mainstream atau arus utama karena berada di luar nilai-nilai kelaziman.
Relung pemasaran untuk brand archetype ada pada mereka yang memiliki karakter pengambil resiko, unik-orisinil dan mereka yang menyukai hal-hal seru dalam hidup. Brand yang dikembangkan dengan archetype ini antara lain adalah Jeep, Red Bull dan sosok karakter film franchise Indiana Jones.
6. The Creator
Brand archetype yang keenam adalah the creator atau sang kreator yang memiliki tujuan untuk menciptakan sesuatu yang bermakna dan memiliki nilai yang bermanfaat. Sifat dari brand archetype ini adalah kreatif, inovatif, bersikap kewirausahaan, imajinatif, artistik dan tidak menyukai stagnasi atau kenyamanan. Kelemahan dari brand archetype adalah munculnya sifat yang bisa jadi justru tidak praktis ataupun perfeksionis karena standar kesempurnaan yang terlalu tinggi.
Sedangkan relung komersial untuk brand archetype creator adalah visioner, membantu konsumen untuk berkreasi atau mengekspresikan diri serta menghidupi dan menghidupkan imajinasi mereka. Brand terkenal yang memakai brand archetype ini antara lain adalah Lego dan Crayola.
7. The Ruler
Brand archetype yang ketujuh adalah the ruler atau sang pengatur. Tujuan dari archetype ini adalah memperoleh kontrol atau menciptakan ketertiban di tengah kekacauan. Sifat yang muncul dari penggunaan brand archetype ini adalah kepemimpinan, penuh tanggung jawab, teratur, sosok administrator dan juga teladan. Kelemahan dari brand archetype ini seringkali memiliki kekurangan pada hubungan yang bersifat biasa atau terlalu otoriter.
Relung pemasaran yang bisa dibidik oleh brand archetype ada pada kemungkinan membantu orang menjadi lebih teratur, mengembalikan kemapanan, menciptakan stabilitas dan keamanan di situasi yang kacau. Microsoft, Mercedes-Benz dan Barclays merupakan beberapa brand besar yang menggunakan brand archetype the ruler.
8. The Magician
Brand archetype yang kedelapan adalah the magician atau sang pesulap. Tujuan dari brand archetype ini adalah membuat impian menjadi nyata dan menciptakan sesuatu yang istimewa atau luar biasa. Sifat dari archetype pesulap adalah karismatik, visioner, imajinatif, spiritual dan idealis. Kelemahan dari sifat-sifat tersebut adalah pengambilan keputusan beresiko yang bisa berujung pada hasil yang buruk.
Relung komersial yang dimiliki oleh brand archetype ini adalah membantu orang untuk melakukan transformasi pada dunia atau kehidupan mereka, menghadirkan inspirasi untuk berubah dan menumbuhkan kesadaran. Brand besar yang menggunakan jalur archetype the magician antara lain adalah Apple, Wizard of Oz dan Disney.
9. The Lover
Brand archetype yang kesembilan adalah the lover atau sang pecinta. Tujuan dari archetype ini adalah menciptakan keintiman dan menginspirasi tumbuhnya rasa cinta. Sifat dari brand archetype ini berupa romantis, penuh semangat dan gairah, sensual, intim, hangat, idealis dan setia. Kelemahannya ada pada kecenderungan untuk tidak mementingkan diri sendiri atau kehilangan pegangan.
Sedangkan relung komersial dari brand archetype ini yang paling utama adalah membantu seseorang untuk merasa dihargai, terhubung dengan orang lain, membangun hubungan dan menikmati keintiman. Beberapa brand populer dengan brand archetype ini antara lain adalah Victoria’s Secret, Marie Claire dan Godiva Chocolate.
10. The Caregiver
Brand archetype yang kesepuluh adalah the caregiver atau sang pengasuh atau perawat. Tujuan dari archetype ini adalah merawat dan melindungi orang lain. Sifat yang dimiliki oleh brand archetype ini adalah penuh kasih sayang, murah hati, keibuan, dan tidak mementingkan diri sendiri. Kelemahan yang bisa muncul berupa dimanfaatkan atau dieksploitasi.
Relung komersial untuk brand archetype ini meliputi membantu orang untuk mengurus dan menyayangi diri sendiri, melayani khalayak melalui jalur kesehatan, pendidikan ataupun bantuan sosial. Sosok dan brand yang memiliki archetype ini antara lain Ibu Teresa, Heinz, Johnson & Johnson dan Campbell’s Soup.
11. The Jester
Brand archetype yang kesebelas adalah the jester atau sang pelawak. Tujuan dari archetype ini adalah membawa kegembiraan dan keceriaan pada dunia. Sifat brand archetype ini berupa menyenangkan, humoris, murah hati, nakal, iseng dan kadang kurang sopan. Kelemahan dari sifat-sifat tersebut adalah munculnya anggapan kurang menghormati orang lain ataupun sembrono.
Relung marketing yang bisa dimanfaatkan oleh brand archetype ini adalah membantu orang menikmati hidup dan bersenang-senang dengan apa yang mereka lakukan, menjadi lebih impulsif dan spontan. Brand terkenal dengan archetype ini antara lain adalah IKEA, Ben & Jerry’s dan Motley Fool.
12. The Sage
Brand archetype yang keduabelas adalah the sage atau sang filosof. Tujuan dari archetype ini adalah membantu dunia memperoleh kebijaksanaan dan wawasan. Sifat dari brand archetype ini adalah memiliki pengetahuan yang luas, sumber informasi terpercaya, bijaksana dan cerdas, analitis, mentor, guru, penasehat dan penuh pertimbangan. Kelemahan dari sifat ini adalah jebakan untuk terlalu dogmatis dan terlalu banyak melakukan perenungan.
Relung komersial yang dimiliki oleh archetype ini meliputi membantu khalayak untuk lebih memahami dunia serta memberikan informasi praktis dan analitis. Beberapa brand dan institusi yang memiliki archetype ini antara lain adalah Google, BBC, Philips dan PBS.
Itulah 12 brand archetype yang mewakili 12 karakter dasar manusia yang bisa menjadi ciri atau identitas brand yang kuat. Keduabelas brand archetype tersebut muncul tidak dengan serta merta, tetapi dipetakan dengan menggunakan aspek sifat manusia.
Mengenal Asal Usul Brand Archetype
Setiap manusia memiliki sifat-sifat dasar yang melekat sejak dilahirkan tanpa harus diajarkan. Sifat-sifat dasar ini bersifat instingtif dan juga primitif meski terkadang butuh waktu untuk disadari oleh seorang individu. Akan tetapi seiring proses mempelajari dan mengenali diri sendiri maka sifat-sifat dasar manusia tersebut akan bisa ditemukan dan dirasakan.
Sifat sifat dasar tersebut bisa langsung dihubungkan dengan keduabelas brand archetype yang sudah didefinisikan oleh Carl Jung. Hal ini disebabkan karena psikolog asal Swiss ini memang membagi 12 brand archetype berdasarkan sifat-sifat dasar tersebut. Keduabelas sifat tersebut adalah :
Liberation = pembebasan = the outlaw
Power = kekuatan = the magician
Mastery = penguasaan = the hero
Intimacy = keintiman = the lover
Enjoyment = kegembiraan = the jester
Belonging = penerimaan = the regular guy / gal
Service = pelayanan = the caregiver
Control = kontrol = the ruler
Innovation = inovasi = the creator
Safety = keamanan = the innocent
Understanding = pemahaman = the sage
Freedom = kebebasan = the explorer
Setiap manusia merupakan individu yang unik dengan sifat-sifat yang berbeda. Inti perasaan atau sifat seseorang bisa jadi adalah kebebasan atau freedom, sedangkan orang lain memiliki inti sifat innovation sehingga memiliki karakter seorang kreator atau pencipta. Logika ini pula yang kemudian digunakan untuk mendefinisikan sifat sebuah brand atau merek dalam wujud brand archetype.

Menghubungkan Brand dengan Sifat atau Archetype
Terdapat beberapa alasan dan analisis yang bisa digunakan untuk menghubungkan karakter atau sifat sebuah brand dengan suatu archetype. Setidaknya ada dua alasan yang membuat menghubungkan sebuah brand dengan sifat atau archetype sebagai sebuah kebutuhan.
Alasan yang pertama adalah hubungan atau koneksi. Kebanyakan brand saat ini berada pada situasi bersaing dengan brand lain berdasarkan karakteristik tertentu, keuntungan ataupun harga. Bagaimana sebuah brand atau produk mampu bersaing adalah dengan menghasilkan koneksi yang kuat dengan khalayak atau konsumen.
Alasan yang kedua adalah diferensiasi atau faktor pembeda. Memiliki ciri khas yang menjadi pembeda adalah kebutuhan untuk terlihat di antara kerumunan. Strategi menjadi berbeda agar mudah dikenali ini umumnya berdampak baik bagi sebuah brand. Sifat atau kepribadian yang kuat tidak hanya membuat sebuah brand menjadi unik dan mudah dikenali, namun juga membekas dalam ingatan.
Kombinasi antara mudah dikenali, unik dan diingat oleh khalayak atau konsumen merupakan kekuatan besar untuk membuat sebuah brand dibeli dan digunakan. Hal inilah yang membuat mendefinisikan brand archetype menjadi sebuah modal dan kekuatan penting dalam dunia bisnis.
Alasan Brand Archetype Bisa Sangat Efektif Dalam Dunia Bisnis
Archetype yang sebenarnya sudah melekat dalam DNA manusia merupakan pola-pola universal dari sifat dan perilaku yang bisa dikenali dan disadari oleh manusia pada tingkatan insting. Inilah kekuatan utama dari konsep brand archetype. Melalui penggunaan narasi, seni, mitos hingga agama maka brand archetype bisa sangat kuat membekas pada diri individu-individu yang terkoneksi.
Sifat perilaku dari sebuah brand archetype bisa langsung dikenali dan juga bisa digunakan untuk mendeskripsikan diri seseorang, bahkan bisa mendeskripsikan sekelompok teman maupun keluarga. Inilah yang membuat brand archetype bisa berdampak sangat besar pada sisi psikologis seseorang.
Alasannya sangat sederhana. Karena archetype sebenarnya sudah terprogram dalam alam bawah sadar manusia.
Kondisi tersebut seringkali memunculkan situasi seseorang tidak memikirkan suatu karakter archetype tertentu ketika melihat suatu sikap atau perilaku, akan tetap sikap atau perilaku tersebut kemudian bisa segera dipahami dan tidak lagi terasa asing.
Brand archetype dalam dunia komersial sebenarnya memanfaatkan program di otak yang bisa menunjukkan posisi dari sebuah brand dan juga sifat personal yang akan muncul ketika terpapar pada target konsumen. Sehingga setiap brand atau pelaku bisnis sebaiknya memang membangun koneksi dengan khalayak melalui jalur archetype yang memiliki efektivitas tinggi.
Sejarah tentang archetypes sebenarnya memang sangat panjang karena ide tentang ini sebenarnya pernah dilontarkan oleh filsuf Yunani Plato yang menyatakan bahwa “bentuk-bentuk dari intuisi merupakan cetakan atau pola dari pemahaman intuitif”.
Sedangkan seorang Carl Jung kemudian mendefinisikan archetype secara lebih spesifik dalam konteks kepribadian. Jung menyatakan bahwa setiap individu manusia memiliki perilaku bawah sadar bersama yang menghubungkan pengalaman dan emosi untuk menghasilkan pola perilaku yang khusus.
Menggunakan Archetype untuk Mendefinisikan Brand
Langkah pertama yang harus dilakukan bagi seorang pemilik brand untuk mendefinisikan brand berdasarkan archetype adalah pemahaman atas brand yang dimiliki. Hal kedua yang wajib dipahami kemudian adalah siapa yang menjadi target pasar dan bagaimana para konsumen serta target pasar akan berpikir dan merasakan identitas perusahaan dan produk-produknya. Hal lain yang juga harus ditentukan adalah bagaimana keinginan seorang pemilik brand tentang cara pandang para konsumen dan target pasar atas perusahaan dan produk-produknya.
Pemahaman atas sebuah brand dan produk merupakan cara terbaik dan paling rasional untuk memetakan potensi yang dimiliki. Hal inilah yang kemudian bisa digunakan untuk membangun hubungan emosional dengan konsumen dan mendorong konsumen melalui alam bawah sadar serta melampaui rasio dan logika untuk membeli sebuah produk. Bagaimana strategi ini sukses dikembangkan oleh banyak perusahaan merupakan bukti bahwa brand archetype merupakan strategi yang masuk akal dalam konteks psikologis dan tentu saja dalam konteks strategi bisnis.
Baca juga: Mengenal Branding Produk Agar Produkmu Menonjol di Pasaran
Membangun Keterampilan Merancang Strategi Bisnis Berdasar Brand Archetype
Bagaimana keterampilan mengaplikasikan pengetahuan tentang brand archetype pada sebuah strategi bisnis tidak serta merta bisa dikuasai seorang pengusaha. Beberapa orang dengan bakat dan kecerdasan mungkin akan bisa memperoleh pemahaman akan produk, memetakan potensi dan mendefinisikan brand atau produk yang dimiliki dalam konteks archetype. Namun bukan berarti ketrampilan ini hanya berlaku bagi orang-orang dengan bakat dan kecerdasan tersebut.
Strategi bisnis dengan memanfaatkan brand archetype bisa dilakukan oleh siapapun selama mau mempelajari dasar pengetahuan, menambah referensi dan mengasah keterampilannya. Salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah melalui sekolah formal. Universitas Podomoro menawarkan program undergraduate Entrepreneurship yang menawarkan kesempatan belajar membangun dan mengelola bisnis.
Perpaduan antara kurikulum yang memadukan aspek pengetahuan dan pembelajaran berbasis pengalaman membuat program sarjana kewirausahaan ini sangat cocok bagi para praktisi atau pelaku bisnis yang ingin membekali diri dengan pengetahuan yang aplikatif.
Pemanfaatan brand archetype sebagai bagian dari strategi bisnis dalam membangun hubungan dengan target pasar dan menjual produk pada konsumen merupakan elemen yang dipelajari dalam kelas kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan merupakan pilihan ideal bagi siapapun yang ingin menjalani karir sebagai entrepreneur, intrapreneur, social entrepreneur ataupun sebagai konsultan bisnis.